Cakralampung.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mengambil langkah menjaga keseimbangan antara kepentingan petani dan keberlangsungan industri pengolahan tapioka.
Melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 188 Tahun 2025, Pemprov menetapkan skema rafaksi Harga Acuan Pembelian (HAP) Ubi Kayu yang berlaku di seluruh wilayah Lampung.
Kebijakan ini ditandatangani Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal pada 28 November 2025 sebagai tindak lanjut dari Pergub Nomor 36 Tahun 2025 mengenai Tata Kelola dan Hilirisasi Ubi Kayu serta Keputusan Gubernur G/745/V.21/HK/2025 tentang penetapan HAP Ubi Kayu.
Melalui surat edaran tersebut, pemerintah menegaskan bahwa HAP tetap menjadi acuan utama pembelian ubi kayu di tingkat lapak maupun perusahaan industri.
Namun, untuk merespons dinamika permintaan dan pasokan di sektor tapioka, pemerintah menetapkan masa relaksasi rafaksi sebagai tahapan transisi.
Relaksasi tersebut dimulai dengan batas maksimal rafaksi sebesar 25 persen pada periode 1 hingga 25 Desember 2025.
Selanjutnya, pada periode 26 Desember 2025 hingga 25 Januari 2026, batas maksimal rafaksi ditetapkan menjadi 20 persen.
Setelah masa transisi berakhir pada 26 Januari 2026, penerapan rafaksi kembali mengikuti ketentuan normal sebagaimana tertuang dalam Keputusan Gubernur, yaitu maksimal 15 persen.
Pemerintah berharap pemberlakuan tiga tahap relaksasi ini mampu menjaga kelancaran pasokan bahan baku ke industri tapioka tanpa menekan pendapatan petani sebagai pihak pertama yang terdampak oleh fluktuasi harga.
Pemprov Lampung juga meminta pemerintah kabupaten dan kota bersama perangkat daerah teknis untuk memperkuat pengawasan, khususnya terkait kepatuhan harga dan standar kualitas ubi kayu, pelaksanaan rafaksi, serta kegiatan tera ulang timbangan di seluruh lapak dan pabrik pengolahan.
Langkah pengawasan ini diperlukan agar tata niaga berjalan lebih transparan serta memberikan kepastian bagi petani dan pelaku industri.
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menegaskan bahwa seluruh perusahaan industri tapioka wajib mengikuti skema HAP dan relaksasi rafaksi yang telah ditetapkan. Perusahaan yang tidak mematuhi aturan dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam pernyataannya, Gubernur menyampaikan bahwa kebijakan relaksasi ini ditetapkan untuk memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga, sementara industri dapat beroperasi secara sehat dan berkelanjutan.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas KPTPH Provinsi Lampung, Elvira Umihanni, yang memastikan bahwa surat edaran telah didistribusikan kepada seluruh pelaku usaha sejak tanggal penerbitan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Evie Fatmawaty, juga menegaskan bahwa distribusi surat edaran telah menyentuh seluruh perusahaan pengolahan tapioka dan pemangku kepentingan terkait.
Ia berharap seluruh pihak dapat mematuhi aturan agar tata niaga ubi kayu berjalan lebih tertib dan adil.
Pemerintah Provinsi Lampung berharap kebijakan ini dapat memperkuat sektor ubi kayu sebagai salah satu komoditas unggulan daerah, meningkatkan daya saing industri, serta memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi petani di seluruh Lampung. (*)



















