Opini

Gugatan Pilkada Pesawaran Di MK Akan Layu Sebelum Berkembang

 

ADA yang meminta pendapat hukum saya terkait dengan gugatan para calon kada yang kalah di beberapa kabupaten Provinsi Lampung.

Menurut saya itu merupakan tindakan sia sia saja. Jauh dari dalil, bahkan yang lebih terang menderang adalah beberapa kasus yang bukan merupakan kewenangan dari MK.

Contohnya adalah kasus Pesawaran. Dasar pengajuan gugatan adalah masalah administratif kerena calon bupati terpilih dinilai tidak mencantumkan fc ijazah SMA nya.

Kan, sebenarnya terang menderang sekali. Ini bukan materi gugatan yang dapat diajukan ke MK.

Kalaupun info itu benar mestinya bukan ke MK. Dan itupun tidak dapat dijadikan dasar untuk membatalkan hasil pilkada.

Setahu saya Arisandi ini lulusan Pasca Sarjana FH Unila. Untuk bisa mengikuti program pasca sarjana kan mesti punya ijazah S1. Dan untuk bisa kuliah S1 kan mesti punya ijazah SMA.

Apalagi Arisandi ini bukan sosok baru di dunia politik. Pernah jadi bupati, calon legislatif. Dan semua itu bisa dilalui melalui proses verifikasi.

Ada lagi kasus terkait hasil perolehan suara. Dalam aturan formail jelas syarat ambang batas gugatan itu adalah selisih perolehan suara pada ambang maksimal 2,5 persen.

Sementara menurut hasil rekapitulasi KPU dari 6 kabupaten yang ajukan gugatan ambang batas itu tidak terpenuhi. Bahkan ibarat panggang jauh dari api.

Dalam praktiknya memang pernah MK mengabaikan persyaratan formil ini. Namun itupun dengan syarat ada hal yang sangat spesifik.

Misalnya yang terjadi pada Pilkada Kabupaten Sabu Raijua. Alasan MK saat meneruskan pemeriksaan ke pokok perkara karena calon bupati terpilih memiliki kewarganegaraan ganda.

Dan saya tidak melihat adanya alasan spesifik pada Pilkada di Lampung.

Jadi saya memprediksi 6 gugatan di MK pada pilkada di Lampung akan layu sebelum berkembang. Artinya tidak sampai dalam pokok perkara.

Bukankah mengajukan gugatan itu adalah hak?

Kalau itu pasti. Semua orang berhak mengajukan gugatan. Tapikan juga mesti lihat ketentuan dan urgensinya.

Kalau gugatan itu hanya akan membuat sibuk kita, membuang energi, biaya, bahkan membenani uang rakyat untuk apa.

Kami rakyat biasa juga dirugikan. Karena negara (daerah dan pusat) akan menyisihkan dana yang tidak sedikit untuk ini.

Info yang saya dapat ada 170 gugatan ke MK pada pilkada tahun ini. Anda bisa hitung berapa besarnya dana negara terkuras untuk mengurusi soal ini.

Apalagi tujuannya hanya untuk bergaining saja. Mengharap ada tawaran dari kepala daerah terpilih untuk mencabut gugatan.

Tapi sudahlah. Kan gugatan sudah didaftarkan. Kita tunggu saja hasilnya.

Saya punya usulan soal prosedur gugatan ke MK. Pemohon harus membayar uang pendaftaran yang besarnya ditentukan. Misalnya Rp 250 juta.

Jika permohonan itu ditolak maka uang itu hilang dan menjadi pendapatan negara

Namun jika permohonan itu dikabulkan maka uang pendaftaran itu dikembalikan ke pemohon.

Jadi jangan sampai seperti iklan Minyak Cap Lang dengan bintang Komeng yang terkenal itu. ‘Untuk anak kok coba coba”

Ngeri tidak. Ada 170 permohonan yang masuk ke MK dari 545 pilkada se Indonesia. Berarti ini 31 persen Pilkada tahun ini digugat ke MK.

Kebayang nggak pusingnya MK harus menanggani perkara ini yang masuk bersamaan.

Andaikan 1 perkara bisa ditangani dalam 1 hari, maka membutuhkan waktu selama 170 hari. Hampir 6 bulan.

Jadi nggak mungkin akan selama itu. Karena itu MK akan menggunakan filter yang ketat.

Jadi hanya akan menangani perkara yang memenuhi ambang batas. Atau alasan yang sangat spesifik.

Artinya akan begitu banyak permohonan yang tidak akan diproses. Termasuk 6 permohonan pada Pilkada Lampung.

(Sumber Radar Pesawaran)

What's your reaction?

Related Posts

Load More Posts Loading...No More Posts.